Jelas bahwa industri asuransi jiwa mempunyai pesaing baru dan ancaman tersebut lebih menakutkan ketimbang pesaing dari sesama perusahaan asuransi sendiri.
Selain ancaman kompetisi tersebut, ada ancaman internal yang disebabkan tiga sumber pendapatan perusahaan asuransi jiwa berikut ini mengalami ancaman tergerus
Pendapatan Underwriting
Meningkatnya risiko klaim meninggal dini, penyakit kritis dan cacat akibat timbulnya berbagai jenis penyakit baru, bencana alam, kriminalitas serta menurunnya kualitas lingkungan hidup memaksa setiap perusahaan untuk men-diversifikasikan risiko yang harus ditanggungnya melalui proses re-asuransi atau co-asuransi dan membayar proses tersebut menggunakan sebagian besar premi asuransi yang diterima dari pemegang polisnya. Sebagai akibat, pendapatan underwriting perusahaan semakin mengecil.
Pendapatan Investasi
Pendapatan Investasi
Keseluruhan perusahaan asuransi jiwa menghadapi permasalahan sama yaitu hasil investasi perusahaan tidak dapat menyamai atau melebihi asumsi yang telah ditetapkan aktuaria saat mendisain produk asuransi. Permasalahan terletak pada tidak tersedianya instrumen investasi yang sesuai (matching) dengan jangka waktu dan hasil investasi. Berdasarkan pengalaman di Jepang dan negara lain seperti Indonesia, banyak perusahaan menanggung kerugian besar akibat situasi ini.
Pendapatan Operasional
Pendapatan Operasional
Satu satunya harapan perusahaan asuransi jiwa saat ini adalah meningkatkan pendapatan operasional untuk mengganti berkurangnya pendapatan underwriting dan investasi. Perusahaan melakukan berbagai cara untuk dapat lebih efisien beroperasi sekaligus meningkatkan pendapatan dari biaya yang dibebankan kepada pemegang polisnya.
Seorang konsultan manajemen terkemuka, AT Kearney mengatakan bahwa perusahaan asuransi perlu mendefinisikan setiap tahap rencana bisnis seperti: Tahap pengembangan produk, distribusi produk dan pelayanan dan dukungan setelah penjualan (gambar 2. building strategy) untuk mampu bersaing dan terus tumbuh dalam iklim yang penuh perubahan dan persaingan tanpa ampun ini.
IBM Institute of Business Value, mengemukakan pandangannya melalui studi “The future of financial services: intelligent growth”, bahwa dimasa depan, institusi jasa keuangan tunggal seperti bank, asuransi atau perusahaan sekuritas menjalani transformasi menjadi satu jenis perusahaan dengan tingkat kompetensi yang tinggi agar tetap dapat tumbuh. IBM mengatakan setiap institusi jasa keuangan nantinya berfungsi sebagai institusi yang menawarkan jasa pelayanan sejenis yaitu: jasa pinjaman (borrowing), asuransi (insurance) dan investasi (investment).
Para praktisi manajemen sepakat bahwa perusahaan asuransi jiwa harus mengkaji ulang rencana bisnisnya, termasuk diantaranya melakukan strukturisasi dan mengemas ulang komponen-komponen produk asuransi jiwa yang terdiri atas: komponen risiko, komponen investasi dan komponen biaya, agar produk-produknya dapat lebih kompetitif dan dapat memenuhi kebutuhan pasar. Mereka mengatakan, apabila perusahaan asuransi jiwa gagal melakukan hal ini akan berakibat fatal bagi kelangsungan usaha perusahaan.
Di Indonesia, langkah langkah strukturisasi berjalan dalam beberapa terakhir ini dengan telah terbitnya peraturan pemerintah dan sibuknya perusahaan asuransi jiwa melakukan kaji ulang rencana bisnisnya. Sesuai data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) tahun 2004, produk unit link yang merupakan cerminan produk asuransi hasil strukturisasi memberikan kontribusi premi individu Rp. 2, 7 Triliun dari Rp 4,8 Trilun premi individu, kurang lebih 57%. Suatu peningkatan luar biasa dibanding 2 tahun sebelumnya yang berkisar sekitar 22%. Produk Unit Link akan terus tumbuh di tahun-tahun mendatang.
Kesiapan IT
Restrukturisasi produk memaksa perusahaan asuransi jiwa di Indonesia untuk tidak mempunyai pilihan selain menyesuaikan Business Process dan Standard Operating Procedures yang telah puluhan tahun berlaku dalam waktu singkat. Produk-produk seperti unit link memerlukan proses penanganan yang lebih efisien agar pelayanan dapat dilakukan secara cepat akurat. Pelayanan nasabah perlu ditingkatkan dan cara akses pelanggan melalui jenis polis yang dimilikinya perlu dirubah melalui identifikasi pelanggan secara langsung. Fitur fitur baru seperti top-up berkala dan top-up tunggal, penarikan sebagian atau seluruhnya, merubah jenis investasi, besar premi dan uang pertanggungan setiap saat, cuti premi serta memenuhi keperluan compliency; seperti pelaporan regulator dan proses “know your customer”, merupakan contoh kecil yang perlu disesuaikan didalam Business Process dan Standard Operating Procedures.
Pada kenyataannya, perusahaan mengambil langkah-langkah tidak seragam. Perusahaan yang baru beroperasi kurang dari 10 tahun mempunyai fleksibilitas untuk menghentikan bisnis konvensional dan berkonsentrasi pada bisnis produk unit link. Perusahaan dapat lebih cepat membangun IT tanpa perlu direcoki oleh keruwetan yang kadang sulit ditemukan solusinya. Perusahaan asuransi yang lebih lama beroperasi memerlukan waktu dan usaha yang lebih panjang.
Berkaitan dengan IT, berikut ini adalah sebagian dari kendala yang acap ditemui :
Seorang konsultan manajemen terkemuka, AT Kearney mengatakan bahwa perusahaan asuransi perlu mendefinisikan setiap tahap rencana bisnis seperti: Tahap pengembangan produk, distribusi produk dan pelayanan dan dukungan setelah penjualan (gambar 2. building strategy) untuk mampu bersaing dan terus tumbuh dalam iklim yang penuh perubahan dan persaingan tanpa ampun ini.
IBM Institute of Business Value, mengemukakan pandangannya melalui studi “The future of financial services: intelligent growth”, bahwa dimasa depan, institusi jasa keuangan tunggal seperti bank, asuransi atau perusahaan sekuritas menjalani transformasi menjadi satu jenis perusahaan dengan tingkat kompetensi yang tinggi agar tetap dapat tumbuh. IBM mengatakan setiap institusi jasa keuangan nantinya berfungsi sebagai institusi yang menawarkan jasa pelayanan sejenis yaitu: jasa pinjaman (borrowing), asuransi (insurance) dan investasi (investment).
Para praktisi manajemen sepakat bahwa perusahaan asuransi jiwa harus mengkaji ulang rencana bisnisnya, termasuk diantaranya melakukan strukturisasi dan mengemas ulang komponen-komponen produk asuransi jiwa yang terdiri atas: komponen risiko, komponen investasi dan komponen biaya, agar produk-produknya dapat lebih kompetitif dan dapat memenuhi kebutuhan pasar. Mereka mengatakan, apabila perusahaan asuransi jiwa gagal melakukan hal ini akan berakibat fatal bagi kelangsungan usaha perusahaan.
Di Indonesia, langkah langkah strukturisasi berjalan dalam beberapa terakhir ini dengan telah terbitnya peraturan pemerintah dan sibuknya perusahaan asuransi jiwa melakukan kaji ulang rencana bisnisnya. Sesuai data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) tahun 2004, produk unit link yang merupakan cerminan produk asuransi hasil strukturisasi memberikan kontribusi premi individu Rp. 2, 7 Triliun dari Rp 4,8 Trilun premi individu, kurang lebih 57%. Suatu peningkatan luar biasa dibanding 2 tahun sebelumnya yang berkisar sekitar 22%. Produk Unit Link akan terus tumbuh di tahun-tahun mendatang.
Kesiapan IT
Restrukturisasi produk memaksa perusahaan asuransi jiwa di Indonesia untuk tidak mempunyai pilihan selain menyesuaikan Business Process dan Standard Operating Procedures yang telah puluhan tahun berlaku dalam waktu singkat. Produk-produk seperti unit link memerlukan proses penanganan yang lebih efisien agar pelayanan dapat dilakukan secara cepat akurat. Pelayanan nasabah perlu ditingkatkan dan cara akses pelanggan melalui jenis polis yang dimilikinya perlu dirubah melalui identifikasi pelanggan secara langsung. Fitur fitur baru seperti top-up berkala dan top-up tunggal, penarikan sebagian atau seluruhnya, merubah jenis investasi, besar premi dan uang pertanggungan setiap saat, cuti premi serta memenuhi keperluan compliency; seperti pelaporan regulator dan proses “know your customer”, merupakan contoh kecil yang perlu disesuaikan didalam Business Process dan Standard Operating Procedures.
Pada kenyataannya, perusahaan mengambil langkah-langkah tidak seragam. Perusahaan yang baru beroperasi kurang dari 10 tahun mempunyai fleksibilitas untuk menghentikan bisnis konvensional dan berkonsentrasi pada bisnis produk unit link. Perusahaan dapat lebih cepat membangun IT tanpa perlu direcoki oleh keruwetan yang kadang sulit ditemukan solusinya. Perusahaan asuransi yang lebih lama beroperasi memerlukan waktu dan usaha yang lebih panjang.
Berkaitan dengan IT, berikut ini adalah sebagian dari kendala yang acap ditemui :
Ketersediaan perangkat lunak aplikasi di Indonesia
Aplikasi dalam format Indonesia yang terbukti handal dan biaya terjangkau kurang tersedia di pasar. Banyak perusahaan terpaksa melakukan pilihan membangun sendiri (in-house development) aplikasi tersebut
Pilihan
IT dan telekomunikasi berkembang sangat pesat belakangan ini, teknologi yang baru diluncurkan dapat saja diganti oleh teknologi yang lebih canggih dan murah dalam waktu relatif singkat. Dimasa lalu, pilihan lebih didasarkan pada hanya konsep expandable dan upgradable yang mungkin saat ini perlu ditinjau ulang karena biayanya bisa lebih mahal ketimbang kita menggantinya baru sama sekali.
Konversi
Bagi perusahaan yang telah lama beroperasi, mereka mengalami kendala untuk memindahkan file lama ke dalam format baru. Di masa lalu, perusahaan asuransi jiwa mengenal nasabahnya melalui identifikasi nomor polis sedangkan nomor pelanggan tidak dikenal. Melakukan konversi file masa lalu ke pendekatan baru acapkali menyita waktu dan tenaga.
Sumber Daya Manusia
Menunjuk pengalamanan, perusahaan mempunyai kendala untuk merekruit profesional IT yang kompeten, siap pakai dan memiliki pengetahuan industri yang memadai (industry knowledge).
Waktu Pengembangan
Waktu Pengembangan
Siklus hidup produk semakin singkat. Membangun atau memodifikasi IT memerlukan waktu panjang dan mahal. Harus dipastikan IT dapat digunakan dimasa depan tanpa usaha yang terlalu sulit dan mahal.
Untuk mengatasi kendala-kendala diatas, kebanyakan perusahaan asuransi di Indonesia menganut “infrastructure competency”, yaitu proses inventori seluruh spektrum elemen-elemen infrastruktur dan meng-katalogkannya sesuai suatu standard baku infrastruktur. Termasuk diantaranya mendapatkan infrastruktur supplier, business partner dan pelanggan dalam upaya mengurangi redudansi dan mencarai celah-celah untuk meningkatkan kinerja dan mengurangi biaya. Beberapa atribut yang essensial adalah:
Sekian artikel Kesiapan IT Mengantisipasi Ancaman & Peluang Perusahaan Asuransi Jiwa.
Untuk mengatasi kendala-kendala diatas, kebanyakan perusahaan asuransi di Indonesia menganut “infrastructure competency”, yaitu proses inventori seluruh spektrum elemen-elemen infrastruktur dan meng-katalogkannya sesuai suatu standard baku infrastruktur. Termasuk diantaranya mendapatkan infrastruktur supplier, business partner dan pelanggan dalam upaya mengurangi redudansi dan mencarai celah-celah untuk meningkatkan kinerja dan mengurangi biaya. Beberapa atribut yang essensial adalah:
- Fleksibilitas. Membentuk dan memodifikasikan proses dan aplikasi, seiring dengan dukungan bagi pengguna internal dan eksternal.
- Open architecture. Membentuk integrasi yang cepat dan efisien aplikasi in-house dan aplikasi komersial, proses bisnis, channels dan system internal melalui penggunaan open standard.
- Scalability. Operasi perangkat lunak dan keras yang efisien sesuai kebutuhan, sebagaimana bisnis juga ber fluktuasi keatas dan kebawah.
- Reliability. Ketersediaan infrastruktur dalam basis 24x7, keamanan, kinerja serta sistim manajemen recovery yang otomatis
- Low cost maintenance. Memberikan gambaran biaya yang efisien dan terprediksi.
- Business context. Memberikan dukungan jangka panjang dari infrastruktur. Fokus tidak hanya dari segi teknologi semata.
Sekian artikel Kesiapan IT Mengantisipasi Ancaman & Peluang Perusahaan Asuransi Jiwa.
menurut ane sih para IT-IT di Indonesia sudah cukup kuat dan siap yaj dalam mengantisipasi masalah di atas. terlebih lagi banyak dari mereka para penyedia suransi tidak terlalu bermain di dunia internet, lebih cenderung bermain di media sosial dan langsung di lapangan.
BalasHapus