11/07/15

Sumber Agama dan Ajaran Islam Beserta Contoh

Sumber Agama dan Ajaran Islam Beserta Contoh

Sumber Agama dan Ajaran Islam Beserta Contoh - Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya.

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan musimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.

Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59 yang artinya :” Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak) Allah, taatilah (kehendak) Rasul-Nya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu ...”.

Menurut ayat tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan kehendak ’penguasa’ atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah kini terekam dalam Al-Quran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al Hadis, kehendak ’penguasa’ (ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karya orang yang memenuhi syarat karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan ajaran Islam dari dua sumber utamanya yakni Al-Quran dan Al-Hadis dengan rakyu atau akal pikirannya.

Menurut hadis Mu’az bin Jabal (nama sahabat nabi yang diutus Rasulullah ke Yaman untuk menjadi Gubernur di sana) sumber ajaran Islam ada tiga, yakni (1) Al-Quran (Kitabullah), (2) As-Sunnah (kini dihimpun dalam al-Hadis) dan (3) Rakyu atau akala pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan memperguna kan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuka ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya

1. Al-Quran : Isi dan Sistematikanya.

Al-Quran adalah sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampai- kan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sediki selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah kemudian di Medinah.

Ayat-ayat al-Quran yang diturunkan selama lebih kurang 23 tahun itu dapat dibedakan antara ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih tinggal di Mekah (sebelum hijrah) dengan ayat yang turun setelah Nabi Muhammad hijrah (pindah) ke Madinah. Ayat-ayat yang tutun ketika Nabi Muhammad masih berdiam di Mekkah di sebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi Muhammad pindah ke Medinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah

Ciri-cirinya adalah :
  1. Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada umumnya panjang-panjang, merupakan 11/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 28 surat, 1456 ayat.
  2. Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai manusia) sedang ayat –ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina aamanu (hai orang-orang yang beriman). 
  3. Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid yakni keyakinan pada Kemaha Esaan Allah, hari Kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu, sedang ayat-ayat Madaniya memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan sebagainya. 

Kandungan Al-Quran.

Al-Quran sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam hidup baik di dunia dan akhirat, berisi hal-hal antara lain :
  1. Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk akidah ini berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari kebangkitan, perhitungan serta pembalasan kelak.
  2. Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.
  3. Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan leh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial. 
  4. Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai contoh kisah kaum Saba yang tidak mensyukuri karunia yang diberikan Allah, sehingga Allah menghukum mereka dengan mendatangkan banjir besar serta mengganti kebun yang rusak itu dengan kebun lain yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit rasanya.
  5. Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala (terompet) oleh malaikat Israil. “ Apabila sangkakala pertamaditiupkan, diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu keduanya dibenturkan sekali bentur. Pada hari itulah terjadilah kiamat dan terbelahlah langit...”. (Qs al-Haqqah (69) : 13-16. 
  6. Benih dan Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. 
  7. Hukum yang berlaku bagi alam semesta.

2.  Al-Hadis : Arti dan Fungsinya.

Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan.

Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni sebagai berikut :
  1. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.
  2. Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat.
  3. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam. 

Hadis atau sunnah yang dihimpun kini dalam kitab-kitab hadis (al-Hadis), terdiri dari ucapan (qaul), perbuatan (fi’il) dan sikap diam nabi tanda setuju (taqrir atau sukut). Orang-orang yang mengumpulkan sunnah nabi (dalam kitab-kitab hadis) menyelusuri seluruh jalur riwayat ucapan, perbuatan dan sikap diam nabi. Hasilnya di kalangan Sunni terdapat enam kumpulan hadis, yang utama ialah yang dikumpulkan oleh Bukhari dan Muslim yang mendapat pengakuan di kalangan Sunni (ahlul sunnah wal jama’aah) sebagai sumber ajaran Islam kedua (utama) sesudah kitab suci al-Quran.

Di kalangan Syi’ah juga terjadi proses serupa, tetapi disamping ucapan-ucapan nabi melalui keluarganya, ditambahkan lagi dengan ucapan para Imam Syi’ah yang menjelaskan arti petunjuk nabi itu menjadi bagian kumpulan hadis. Kitab-kitab hadis (al-Hadis), baik di kalangan Sunni maupun Syi’i adalah sumber pengetahuan yang monumental bagi Islam, sekaligus menjadi penafsir dan bagian yang komplementer terhadap al-Quran.

3.  Rakyu atau Akal Pikiran yang Dilaksanakan dengan Ijtihad

Menurut ajaran Islam manusia dibekali Allah dengan berbagai perlengkap- an yang sangat berharga antara lain akal, kehendak, dan kemampuan untuk berbicara. Dengan akalnya manusia dapat membedakan antara yang benar dengan yang salah, yang baik dengan yang buruk, antara kenyataan dengan khayalan. Dengan mempergunakan akalnya manusia akan selalu sadar dan dapat memilih jalan yang dilaluinya, membedakan mana yang mutlak mana yang nisbi. Karena manusia bebas menentukan pilihannya, ia dapat dimintai pertanggungan jawab mengenai segala perbuatannya dalam memilih sesuatu.

Perkataan al-’aqal dalam bahasa Arab berarti pikiran dan intelek. Di dalam bahasa Indonesia pengertian itu dijadikan kata majemuk akal pikiran. Perkataan akal dalam bahasa asalnya dipergunakan juga untuk menerangkan sesuatu yang mengikat manusia dengan Tuhan. Akar kata ’aqal mengandung makna ikatan.

Sebagai sumber ajaran yang ketiga, kedudukan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat penting sekali dalam sistem ajaran Islam. Sumber ajaran Islam ini biasa disebut dengan istilah ar-ra’yu atau sering juga disebut ijtihad. Namun makna ijtihad sendiri sebenarnya adalah usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman tertentu yang memenuhi syarat untuk mencari, menemukan dan menetapkan nilai dan norma yang tidak jelas atau tidak terdapat patokannya di dalam Al-Quran dan Al-Hadis. Ia merupakan suatu proses, karena itu ijtihad dapat dilakukan bersama-sama oleh beberapa orang (yang hasilnya menjadi ijma’ atau konsensus dan dapat pula dilakukan oleh orang tertentu yang hasilnya menjadi qiyas atau analogi).

Sebagai hasil ketekunan keilmuwan muslim mempelajari Al-Quran dan Al-Hadis (sebagai sumber utama agama dan ajaran Islam) dan kemampuan mereka mempergunakan akal pikiran atau rakyu melalui ijtihad, mereka telah berhasil menyusun berbagai ilmu dalam ajaran Islam seperti ilmu tauhid atau ilmu kalam yang (kini) sering disebut dengan istilah teologi, ilmu fikih, ilmu tasawuf dan ilmu akhlak.

Di samping itu mereka juga telah berhasil menyusun norma-norma dan seperangkat penilaian mengenai perbuatan manusia dalam hidup dan kehidupan, baik dalam hidup pribadi maupun di dalam hidup kemasyarakatan. Sistem penilaian mengenai perbuatan manusia yang diciptakan oleh ilmuwan muslim itu, dalam kepustakaan Indonesia dikenal dengan nama al-khamsah (lima kategori penilaian, lima kaidah atau sering disebut juga lima hukum dalam Islam).

Menurut sistem al-ahkam al-khamsah ada lima kemungkinan penilaian mengenai benda dan perbuatan manusia. Penilaian itu menurut Hazairin mulai dari ja’iz atau mubah atau ibahah. Ja’iz adalah ukuran penilaian atau kaidah kesusilaan (akhlak) pribadi, sunat dan makruh adalah ukuran penilaian bagi hidup kesusilaan (akhlak) masyarakat, wajib dan haram adalah ukuran penilaian atau kaidah atau norma bagi lingkungan hukum duniawi. Kelima kaidah ini berlaku di dalam ruang lingkup keagamaan yang meliputi semua lingkungan itu. Pembagian ke alam ruang lingkup kesusilaan, baik pribadi maupun perseorangan. Ukuran penilaian tingkah laku ini dikenakan bagi perbuatan-perbutan yang sifatnya pribadi yang semata-mata diserahkan kepada pertimbangan dan kemauan orang itu sendii untuk melakukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *