Namun ironisnya angka pengangguran disini justru tinggi. Belum ada angka pasti, namun ungkapan Menaker misalnya, hampir 30% penduduk Indonesia menganggur, bahkan angka ini mungkin akan lebih besar jika kriteria penganggur disesuaikan dengan standar negara maju.
Lapangan kerja yang tersedia sangat sedikit. Sebagai contoh, tidak semua lulusan Akademi dan Perguruan Tinggi dapat diserap oleh industri maupun perusahaan. Apalagi, jika yang bersangkutan hanyalah tamatan SMU atau SMP, maka peluang mendapat pekerjaan semakin kecil. Yang telah bekerja pun harus siap dengan pendapatan rendah, UMR yang ditetapkan pemerintah setempat pada kenyataannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimal hidup yang layak. Seringkali, para pegawai atau karyawan suatu perusahaan harus ”nyambi” lagi selepas pulang kerja, guna menutupi kebutuhan rumah tangga mereka.
Mestinya relasi antara lembaga pendidikan setingkat SMU atau Perguruan Tinggi dengan industri seharusnya berlangsung harmoni dan sinergis. Di beberapa negara seperti Jerman dan Jepang, umpamanya hubungan antara lembaga pendidikan dengan perusahaan-perusahan ibarat memasang resluiting baju. Bagian sebelah kirinya adalah lembaga pendidikan, sementara sebelah kanannya industri. Artinya ketika lidah resluiting itu ditarik, sisi kiri dan kanannya saling bertautan. Hampir seluruh tamatan PT maupun Sekolah Menengah mampu diserap oleh lapangan kerja, sehingga menurut data Departemen Tenaga Kerja di Jepang misalnya, untuk tahun 2005 angka pengangguran hanya berkisar 3-5 % saja.
Permasalahan SDM
Masalah utama kita, khususnya dalam hal SDM, adalah bahwa rata-rata lulusan Sekolah Menegah maupun tamatan Perguruan Tinggi, tidak berada pada skill yang siap pakai oleh user di perusahaan-perusahaan. Sehingga tidak mengherankan jika diantara para penganggur di sini, sebagiannya adalah orang-orang terdidik. Hal ini merupakan semacam menjadi masalah laten, dimana belum matching-nya kurikulum Sekolah Menengah atau Perguruan Tinggi dengan kebutuhan industri maupun perusahaan-perusahaan lainnya.
Pada sisi lain pengetahuan yang dimiliki para lulusan tidak tepat guna, hal ini kemudian menjadi kendala ketika mereka mencoba terjun langsung untuk membuka usaha ditengah-tengah masyarakat. Banyak diantara mereka diliputi kebingungan. Usaha seperti apa yang bisa digagas dan dimulai.
Pola pendidikan konservatif kita tidak menumbuhkan jiwa enterpreneurship (kewirausahawan), yang kreatif dan inovatif siap terjun dan siap pakai. Dari sisi pendidikan keluargapun, masih terlalu besar toleransi orangtua terhadap anaknya. Hampir merata pada keluarga-keluarga Indonesia, pada usia yang telah mencapai diatas 18 tahun, masih tinggal dengan orangtua, belum siap hidup mandiri.
Oleh sebab itu dengan tumbuhnya jiwa enterpreneurship pada SDM negeri ini, khususnya untuk latar belakang pendidikan Sistem Informasi dan Teknologi Informasi, akan merangsang gairah kemandirian dalam berusaha. Asumsinya adalah bahwa dengan memperbanyak SDM berkualifikasi kewirausahawan ini, akan menjadi salah satu solusi bagi negara berpenduduk besar seperti Indonesia ini, sehingga mampu mewujudkan kekuatan ekonomi bangsa yang kokoh. Situasi seperti ini secara kumulatif akan berimplikasi positif bagi terciptanya perluasan lapangan kerja serta penurunan angka pengangguran. Hal ini dapat dilakukan secara crash program baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Lantas seperti apa jiwa enterpreneurship itu?. Apa bedanya dengan wiraswasta?. Mengapa harus ditumbuhkan. Siapa saja yang dapat menjadi seorang enterpreneur yang sukses. Apakah Bill Gates seorang wirausahawan atau wiraswastawan?. Bagaimana seorang enterpreneur bekerja serta bagaimana hasilnya jika diaplikasikan dibidang teknologi informasi dan sistem informasi?.
Untuk menjawab beberapa pertanyaan diatas, mungkin dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut :
Enterpreneurship atau kewirausahaan ialah kemampuan menggerakkan orang-orang dan berbagai sumber daya untuk berkreasi, mengembangkan dan menerapkan solusi terhadap berbagai masalah agar dapat memenuhi kebutuhan manusia. Suatu masyarakat yang didalamnya terdapat orang-orang yang memiliki jiwa kewirausahaan akan mampu merespon perubahan kebutuhan dan realitas. Jiwa kewirausahaan ini ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk mengambil inisiatif dan bersifat kreatif serta inovatif dalam mengelola manusia dan sumber daya agar tercapai hasil yang memuaskan. Wirausahawan merupakan agen perubahan ekonomi, sosial maupun politik. Inilah kekhasan seorang Wirausahawan, dia memiliki visi pengembangan yang jauh ke depan. Tidak seperti wiraswastawan yang cenderung kurang punya visi dan cenderung bergerak dalam tataran rutinitas, reguler dan agak monoton.
Dari beberapa keriteria seperti diatas, maka jelas bahwa Bill Gates termasuk salah seorang enterpreneur sejati. Dia bukan saja seorang yang kreatif menghasilkan sesuatu yang baru, melainkan dia memiliki visi pengembangan usaha yang lebih jauh. Kreatifitasnya berwujud menjadi sebuah sistem yang memiliki kualitas yang tinggi. Software Microsoft dengan segala atributnya telah mampu memenuhi, paling tidak sampai hari ini, kebutuhan individu, perusahaan bahkan pengelola pemerintahan di banyak negara.
Seorang wirausahawan memiliki mental bagaikan ”petarung”, bila jatuh maka ia akan siap bangkit kembali. Hal yang penting adalah menyusun langkah-langkah perencanaan yang baik dari sebuah usaha. Mulai dari menuangkan gagasan atau ide-ide usaha yang layak. Kalkulasi kemampuan dan kapasitas yang dimiliki, mengukur realita kekuatan dan kelemahan serta rancangan tim usaha yang kompak.
Visi pendanaan juga merupakan poin penting dalam menyususn langkah-langkah usaha. Dari mana dana awalnya dan bagaimana pengelolaan dana tersebut, perjanjian dengan pihak lain, kesertaan modal dari anggota tim, lantas gambaran prospek keuntungan sekalugus resikonya.
Hubungan enterpreneurship dengan bidang Sistem Informasi dan Teknologi Informasi tentu sangat erat seperti halnya bidang-bidang usaha yang lainnya. Kita tentu harus benar-benar memahami lingkup Sistem Informasi dan Teknologi Informasi itu sendiri. Kemudian berpikir dan merenungkan, lantas mencoba menuangkan rancangan sebuah usaha. Saat ini perkembangan Sistem Informasi dan Teknologi Informasi sudah merambah hampir ke seluruh bidang, dimana ketergantungan manusia terhadap informasi sangatlah tingginya. Peralatan komunikasi dan informasi hampir dapat kita jumpai disegala ruang kehidupan manusia, siapapun orangnya dan apapun profesinya. Kebutuhan ini juga memasuki bidang-bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan juga keamanan.
Sebagai contoh, seorang Presiden Amerika Serikat, hanya butuh waktu 15 menit dengan membaca selembar kertas, diselang waktu sarapan paginya, sudah cukup untuk memahami informasi dunia terakhir.
Persoalannya bukan sekedar sehelai kertas yang dibaca, akan tetapi untuk menghasilkan satu halaman ”key information” bagi seorang Presiden sebuah negara adi daya, tentu membutuhkan supporting system yang tidak sederhana. Bagaimana pokok-pokok informasi mengenai politik dalam negeri dan luar negeri, situasi terakhir di Irak dan daerah bergolak lainnya. Apa reaksi Ahmadi Nejad terhadap pernyataan Bush kemarin malam. Informasi fluktuasi pasar, nilai dollar Amerika di pasar moneter, ringkasan kebijakan Hu Jin Tao yang melesatkan pertumbuhan ekonomi China, serta polemik PM negeri Tirai Bambu itu dengan Greenspan, sang Gubernur FED. Trend ekonomi Amerika, pertemuan G7 serta reaksi G8. Ancaman Osamah bin Laden terhadap kepentingan bisnis Amerika serta prediksi melambungnya harga minyak dunia akibat badai Katrina yang melanda kawasan New Orleans.
Mencermati kebutuhan informasi dikalangan pemimpin negara dan para politisi, akan menyiratkan banyak peluang bagi wirausahawan Sistem Informasi dan Teknologi Informasi. Kita terlalu sering melihat seorang anggota DPR ditertawakan wartawan karena kurang memahami inti persoalan yang sedang disanggahnya, dikarenakan lemahnya sistem informasi yang mendukung kinerja anggota dewan tersebut.
Berapa banyak bidang pekerjaan, dimana informasinya tidak terkelola dengan baik. Disebuah klinik praktek dokter bersama, data pasien tidak berturan dalam rak-rak file yang berjejer. Ketika seorang pasien lupa membawa kartu berobat, maka untuk ringkasnya sang petugas akan membuat lagi kartu yang baru. Padahal dengan sebuah rancangan sederhana dari sistem filing dapat memberikan solusi terhadap pengelolaan data pasien tersebut. Untuk selanjutnya sang programmer dapat mengopi ”model” SI ini untuk dipasarkan ke ratusan dokter lain yang juga membuka praktek.
Contoh lain, untuk lingkup sebuah perusahaan besar seperti PLN saja, petugas PLN masih kesulitan untuk mengetahui lokasi kerusakan jaringan tegangan tinggi. Pada kilometer berapa dan ditiang nomor berapa gangguan penghantar terjadi. Seringkali petugas mereka-reka dan coba menelurusi jaringan secara manual yang kadang-kadang melintasi hutan, gunung, dan medan yang berat. Suatu rancangan sistem informasi tentu dapat memberikan solusi prakstis terhadap masalah tersebut.
Luas sekali peluang terbentang bagi seseorang yang mau memulai berwirausaha. Hal penting adalah bagaimana kita berpikir jauh kedepan, dan memulainya. Atau bahkan sebenarnya kita sudah punya sebuah usaha yang kelihatannya kecil, namun belum dikelola dengan wawasan enterpreneurship yang handal. Sehingga sebenarnya perlu dianalisa lebih dalam, apakah usaha tersebut ibarat seekor kelinci yang memang tidak mungkin berkembang menjadi besar atau sebenarnya ia bagian dari seekor gajah, yang baru kita lukis bagian ekornya saja.
Salah satu contoh sukses penerapan enterpreneurship pada bidang Sistem Informasi dan Teknologi Informasi adalah India. Pada saat ini industri software India mampu menjadi pesaing bagi “Silicon Valley” di Virginia, khususnya dalam produksi piranti lunak. Beberapa orang keturunan India yang sebelumnya menjadi tenaga expert di Virginia “pulang kampung” dan mencoba membangun rekayasa perangkat lunak. Kini industri perangkat lunak India dengan harga yang kompetitif telah dapat menembus pasar internasional, meskipun sebagiannya masih dikelola seperti halnya home industry.
Kesimpulan
Peluang lapangan kerja bagi SDM dengan kualifikasi Sistem Informasi dan Teknologi Informasi masih sangat luas, karena hampir seluruh bidang kehidupan ini membutuhkan jasa Informasi. Bagi sebagian orang, mungkin merasa sudah cukup menjadi pegawai disuatu perusahaan, memperoleh gaji setiap bulan lalu mendapatkan bonus setiap tahunnya. Akan tetapi bagi yang ingin berkembang dapat membekali diri dengan pengetahuan kewirausahawan. Hal ini akan membangkitkan visi kemandirian untuk berwirausaha, merangsang kreatifitas dan inovasi. Upaya ini sekaligus akan berimplikasi pada perluasan lapangan kerja serta menurunkan angka pengangguran di negeri tercinta ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar